Pengorbanan Pohon Apel
Sumber: Indzign.blogspot.com

Kata Alkitab / 9 February 2016

Kalangan Sendiri

Pengorbanan Pohon Apel

Theresia Karo Karo Official Writer
6232

Alkisah hiduplah sebuah batang pohon apel besar di sebuah desa. Seorang anak kecil setiap hari bermain di bawah pohon tersebut. Dia amat senang memanjati pohon, memakan buah, dan tidur-tiduran di keteduhan dedaunannya.

Anak tersebut sangat mencintai pohon apel tersebut dan sebaliknya demikian juga sebaliknya. Waktu terus berjalan dan anak tadi telah tumbuh besar. Bertambahnya usia, anak itu tidak lagi bermain setiap hari dengan pohon tersebut.

Satu waktu dia datang dengan wajah yang muram. “Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” sambut Sang pohon. “Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawabnya. “Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya,” kata anak itu lagi.

Mendengar itu, pohon tersebut menyahut demikian, “Maaf aku pun tidak punya uang. Tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.”

Mukanya yang tadi muram berubah menjadi semburat kebahagiaan. Anak tadi langsung memetik buah apel dan pergi dengan sukacita. Sehabis itu, dia tidak pernah lagi mengunjungi pohon apel tersebut dan pohon itu kembali bersedih.

Suatu hari, anak tersebut tadi datang lagi dan membuat pohon apel sangat senang. “Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel.

“Aku tak punya waktu. Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” balasnya.

“Maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel. Anak tersebut kemudian menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu. Kemudian dia pergi dengan gembira.

Setelah itu, anak itu tak pernah kembali lagi. Kembali pohon apel merasa kesepian dan sedih. Pada suatu musim panas dia datang lagi dan pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.

“Ayo bermain-main lagi denganku,” kata pohon apel.

“Aku sedih,” ujar anak tersebut.

“Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk berlayar?”

“Maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah,” Sang pohon menawari lagi.

Batang pohon apel itu akhirnya dipotong dan dibuat sedemikian rupa hingga menjadi kapal yang dididamkannya. Dia pergi berlayar dan tidak mengunjungi Sang pohon dalam waktu lama.

Bertahun-tahun kemudian dia datang lagi. Melihat kedatangannya, Sang pohon langsung berkata, “Maaf anakku, aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.”

“Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak itu.

“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel lagi.

“Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” saut anak itu.

“Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” ujar pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang. Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.”

“Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.”

Dia pun kemudian berbaring di pelukan akar-akar pohon. Dan Sang pohon apel tersenyum sambil menangis bahagia.

Ilustrasi tadi menggambarkan hubungan anak-anak dengan orang tua. Ibarat orang tua, pohon apel tersebut menjadi tempat yang paling kita senangi semasa kecil. Seiring bertambahnya usia, kita mungkin akan meninggalkan mereka dan hanya datang saat kita sedang kesulitan atau membutuhkan sesuatu.

Meski begitu, orang tua selalu ada di tempat yang sama untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan demi kebahagiaan anak-anaknya. Sekilas mungkin kita berpikir bahwa anak tadi bertindak kasar pada pohon  tersebut, namun sadar atau tidak begitu pula kita memperlakukan orang tua.

Selama mereka masih hadir, cintailah orang tua Anda. Sampaikan perasaan kasih Anda, berterima kasih atas seluruh cinta dan pengajaran yang telah mereka curahkan.  Sebab Allah sendiri menghendaki kita untuk berbakti kepada orang tua.

Jelang perayaan Valentine, kita bisa menggunakan moment ini untuk menghabiskan waktu bersama orang tua. Orang tua adalah sosok spesial dan beri kesempatan untuk mereka tahu betapa berharganya mereka dalam kehidupan Anda.

“… hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah” (1 Timotius 5:4).

Apakah artikel ini memberkati Anda? Jangan simpan untuk diri Anda sendiri. Ada banyak orang di luar sana yang belum mengenal Kasih yang Sejati. Mari berbagi dengan orang lain, agar lebih banyak orang yang akan diberkati oleh artikel-artikel di Jawaban.com seperti Anda. Caranya? Klik di sini.

Sumber : Airhidup/Jawaban.com | Theresia Karo Karo
Halaman :
1

Ikuti Kami